Page

Minggu, 25 September 2011

TIPS HENTIKAN SIKLUS KEBENCIAN


EPIDEMI GLOBAL

Ada monster yang sedang berkeliaran_monster ini bernama KEBENCIAN ! Dan ia merajalela hampir di seluruh pelosok dunia. Dia bahkan membuat beberapa tempat terhuyung-huyung akibat gelombang-gelombang kampanye sapu bersih etnik / genosida.

Permusuhan selama berabat-abad mengakibatkan pembantaian massal, pemerkosaan, pengusiran, pembakaran, penjarahan rumah-rumah, perusakan panenan dan ternak serta kelaparan. Ranjau darat masih terdapat di mana-mana.

Ratusan ribu orang telah melarikan diri sejak tahun 2001. Mereka harus melarikan diri dalam ketakutan, menghindar dari kekejaman pembunuhan, pemukulan, desingan peluru, dan pengusiran paksa. Mereka meninggalkan daerah yang sudah diubrak-abrik oleh gerombolan milisi. “Saya merasa seperti binatang yang sedang diburu,” keluh seorang korban.

Bangunan-bangunan apartemen, tempat kerja, sekolah, hotel, mall, tempat bermain anak-anak, dan sebagainya diporak-porandakan ledakan bom teroris. Alhasil puluhan, ratusan orang cedera, bahkan  ribuan orang kehilangan orang-orang yang dikasihi. Melihat dampak lanjutan dari kengerian seperti itu, orang-orang bertanya “Siapa yang akan menjadi korban berikutnya ?”

Kejadian lain juga terjadi di pertengahan tahun 2001 di Los Angeles, California. Seorang rasialis memberondongkan peluru kearah sekelompok anak TK berkebangsaan Yahudi lalu menembak mati seorang tukang pos berkebangsaan Philipina. Oleh karena itu, sangatlah tepat bila kebencian digambarkan sebagai epidemi global. Hampir setiap hari, laporan berita mengungkapkan aksi-aksi kekerasan yang terjadi akibat permusuhan rasial, etnik, atau agama. Kita menyaksikan bangsa-bangsa, kelompok-kelompok masyarakat dan keluarga diceraiberaikan. Kita menyaksikan Negara-negara kacau karena genosida besar-besaran. Kita menyaksikan dilakukannya tindakan-tindakan tidak manusiawi yang sangat mengerikan hanya karena beberapa orang dianggap “berbeda”.

AKAR KEBENCIAN

Kurangnya Pengetahuan dan Perasaan Takut

Kecemburuan adalah salah satu akar di anatara banyak penyebab kebencian. Sering kali, kebencian juga dipicu akibat kurangnya pengetahuan dan perasaan takut. Seorang pemuda anggota sebuah kelompok rasialis yang garang berkata : “Sebelum saya belajar membenci, saya belajar merasa takut”. Perasaan takut demikian biasanya bermula dari kurangnya pengetahuan. Menurut The World Book Encylopedia, orang yang berprasangka cenderung mempunyai pendapat yang “tetap dipertahankan tanpa memperdulikan bukti yang ada, orang-orang yang berprasangka cenderung memutarbalikan, menyimpangkan, menyalahartikan, atau bahkan mengabaikan fakta-fakta yang bertentangan dengan pendapat yang sudah mereka tetapkan”.
Dari mana datangnya pendapat ini ? “Sejarah turut menentukan stereotip budaya, tetapi riwayat pribadi kita turut menentukan kecenderungan pikiran kita.”

Sebagai contoh, sejarah jual-beli budak di AS telah meninggalkan ketegangan yang turun-temurun antara orang kulit putih dan orang kulit hitam berdarah Afrika_ketegangan yang terus ada sampai hari ini. Sering kali, pandangan-pandangan rasialis yang negatif diturunkan dari orang tua kepada anak-anak mereka. Seorang pendukung rasialis berkulit putih mengakui bahwa dengan cara demikianlah kebencian rasial dalam dirinya bertumbuh, padahal “tidak ada kontak langsung apa pun dengan orang-orang berkulit hitam”.
Selain itu, ada pula yang percaya begitu saja bahwa orang-orang yang berbeda dengan mereka itu memuakan. Pendapat ini mungkin didasarkan pada sebuah pengalaman pribadi yang kurang menyenangkan ketika berurusan dengan seseorang yang berasal dari rasa tau kebudayaan lain. Dari pengalaman itu, mereka langsung menarik kesimpulan bahwa semua orang dari rasa tau kebudayaan tersebut pastilah berperangai buruk.

Dalam skala perorangan saja, prasangka ras sudah dapat dikatakan memuakan, terlebih lagi dalam skala nasional atau kelompok, prasangka bias berakibat fatal. Anggapan bahwa kebangsaan, warna kulit, kebudayaan, atau bahasa membuat seseorang lebih unggul dari pada orang lain dapat menumbuhkan fanatisme dan xenophobia (perasaan takut kepada siapa pun atau apa pun yang asing). Selama abad ke- 20, fanatisme seperti itu sering diekspresikan dalam bentuk kekerasan.

Yang menarik, kebencian dan fanatisme tidak selalu harus berkaitan dengan warna kulit atau kebangsaan. Peneliti Clark McCauley dari Universitas Pennylvania menulis bahwa “pembagian orang-orang ke dalam dua kelompok saja, yang dilakukan dengan cara semaunya dan tidak berdasarkan kriteria tertentu, sudah cukup untuk membuat kelompok itu mempunyai pilihan yang berbeda”. Seorang guru kelas tiga membuktikan hal tersebut sewaktu ia, sebagai bagian dari sebuah eksperimen yang terkenal, membagi kelasnya menjadi dua kelompok_anak-anak bermata biru dan anak-anak bermata cokelat. Dalam waktu singkat, telah berkembang rasa permusuhan antara kedua kelompok tersebut. Bahkan orang-orang dapat saling bentrok dengan sengitnya hanya karena hal-hal sepele seperti mendukung tim yang berbeda dalam olahraga tertentu.

  • Prasangka dan kebencian adalah perilaku yang dipelajari !


Meracuni Pikiran

Mengapa permusuhan seperti itu dinyatakan dengan cara-cara kekerasan ? Clark McCauley mengumpulkan bibiografi yang ekstensif tentang riset yang dilakukan sehubungan dengan kekerasan dan keagresifan manusia. Ia menyebutkan salah satu penelitian yang menunjukan bahwa “kekerasan dikaitkan dengan keterlibatan dan kemenangan dalam peperangan. Para peneliti mendapati bahwa “bangsa-bangsa yang terlibat dalam PD I dan PD II. Terutama bangsa-bangsa pihak pemenang, mencatat peningkatan angka pembunuhan setelah perang usai”. Para peneliti lainnya mencari penjelasan biologis untuk keagresifan manusia. Sebuah penelitian mencoba menghubungkan beberapa bentuk keagresifan dengan “kadar serotonin yang rendah dalam otak”. Hipotesis popular lain mengatakan bahwa keagresifan mengintai dalam gen kita. “Sebagian besar [kebencian] mungkin saja bersifat bawaan,”demikian pendapat seorang ilmuwan politik. Akan tetapi tidak semua orang memiliki kebencian yang tidak masuk akal terhadap orang lain. Hal itu musti dipelajari. Phisikolog Gordon W. Allport mengamati bahwa bayi memberikan “sedikit bukti tentang adanya naluri destruktif. Bayi bersikap positif, mendekat hampir ke setiap jenis stimulus, segala macam orang”. Kesimpulan-kesimpulan seperti itu mendukung pendapat bahwa keagresifan, prasangka, dan kebencian adalah perilaku yang dipelajari ! Kesanggupan manusia yang mencolok untuk belajar membenci dieksploitasi secara agresif oleh guru-guru kebencian.

Di garis depan terdapat para pemimpin berbagai kelompok pendukung kebencian, seperti preman neo -Nazi dan Ku Klux Klan, Red Skin dan apa pun itu, sering mengincar anak-anak muda lugu dari keluarga yang tidak berfungsi secara normal untuk direkrut. Anak-anak muda yang menderita perasaan tidak aman dan rendah diri mungkin tertarik oleh keakraban yang ditawarkan kelompok-kelompok pendukung kebencian ini.

Tidak semua promotor kebencian tergabung dalam kelompok-kelompok ekstremis yang eksentrik. Seorang sosiolog yang menulis tentang konflik di Balkan pernah menyebutkan mengenai penulis-penulis tertentu yang bereputasi baik dan mengenai penggagas, “Saya benar-benar terkejut melihat gaya tulisan mereka yang menggelitik motif buruk rekan-rekan sebangsa mereka, membangkitkan rasa benci mereka, mengaburkan penilaian mereka dengan mendesak mereka untuk melihat tidak adanya larangan untuk perilaku apa pun dan menyalah gambarkan kenyataan”.

Hal yang juga tidak bisa diabaikan adalah peranan para pemimpin agama. Dalam bukunya Holy Hatred : Religious Conflicts of the ‘90’s (Kebencian Suci : Konflik-Konflik Keagamaan Tahun’90-an), penulis James A. Haught mengemukakan kesimpulan yang sangat mengejutkan. “Hal yang sangat ironis pada tahun 1990-an adalah bahwa agama_yang seharusnya merupakan sumber kebaikan dan kepedulian bagi manusia_berada di barisan terdepan sebagai factor utama penyebab kebencian, peperangan, dan terorisme”.

KESIMPULAN : Bahwa penyebab kebencian itu banyak dan kompleks. Apakah ini berarti jalan buntu bagi umat manusia untuk menghentikan tindakan-tindakan bodoh dalam sejarahnya yang penuh kebencian ? Adakah sesuatu yang dapat dilakukan secara perorangan mau pun secara global dalam perjuangan mengatasi kesalah pahaman, kurangnya pengetahuan, dan rasa takut yang menghasilkan kebencian ?

Menghentikan Siklus Kebencian

TIPS :
1. Arti “Kasih”
2. Belajar Mengasihi
3. Meruntuhkan Tembok Pemisah Kelompok Etnik
4. Membiarkan Kejadian di Masa Lampau Berlalu
5. Menganggap Kebencian Sebagai Epidemi (Monster)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar