Page

Sabtu, 15 Oktober 2011

MIFEE

SEDIKIT PERBEDAAN "CARA PADANG"  
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa kehadiran Mifee ini telah mendapatkan protes keras dari hasil kajian beberapa LSM di Indonesia, sebut saja mereka adalah para organisasi jaringan non pemerintah, pemerhati lingkungan hidup dan pembela hak-hak masyarakat adat.
Beberapa hasil kajian yang bersifat sangat ilmiah itu justru mendatangkan ketakutan bagi mereka, seperti penebangan hutan berskala luas, pembakaran hutan pada saat pembukaan lahan, perhitungan jangka panjang bahwa akan terjadi lahan-lahan tidur yang tandus, bencana kekeringan, terganggunya ekosistem, flora dan fauna langkah akan punah, kehilangan cerita-cerita indah tentang keaneka-ragaman hayati, masyarakat akan kehilangan mata pencahariaan secara tradisional, terancamnya kelangsungan budaya sebagai warisan kepada anak-cucu dan lain sebagainya.
Dari sejumlah ketakutan tersebut sayangnya berasal dari hasil-hasil kajian di beberapa daerah di luar Kabupaten Merauke. Lalu bagaimana kelangsungan hidup masyarakat tradisional yang secara resmi adalah pemilik tanah adat di Kabupaten Merauke. Apakah ada alternatif lain yang diciptakan oleh para aktivis ini untuk mensejahterakan masyarakat adat tradisional ? atau Apakah mereka hanya sebagai obyek penelitian yang dipadukan dengan cerita-cerita indah keaneka-ragaman hayati ? Atau Apakah Anak-anak Papua di Tanah Selatan “diharuskan” untuk terus hidup secara tradisional sementara, Anak-anak para saudara dan saudagar dari seberang laut yang datang dengan tidak membawa sejengkal tanah harus hidup modern, bersekolah dan menjadi manusia modern yang tinggal di kota dengan menikmati fasilitas-fasilitas modern ? dan Apakah Anak-anak Adat tetap berburu di hutan obyek paru-paru dunia ini atau terus menangkap ikan dengan tombak / jubi / panah ?  
Saya pribadi mungkin tidak sepaham dengan Anda semua ! Walaupun sebagian besar dari Anda adalah teman saya ! Mengapa ? Jawabannya karena kesengsaraan yang dirasakan oleh saudara-saudara saya di dalam rimba belantara juga saya rasakan ! Banyak dari mereka tidak bersekolah, omong kosong kalau ada sekolah yang gratis. Mereka hidup secara tradisional dari bevak ke bevak membantu orang tua, mereka anak-anak yang taat, tahu aturan, masih polos walaupun mereka juga ingin menjadi manusia modern yang tidak perlu lagi merasa minder, berpakaian compang-camping, lusuh, kumal, dan berbau, bahkan telanjang  ! Para wanitanya juga tidak mau melahirkan anak-anak yang kemudian kudisan, cacingan dan busung lapar. Namun Apa daya ? Sejumlah alternatif penyelesaian masalah ekonomi mereka tidak tersentuh, kalau pun ada, itu pun tidak dapat merubah masa depan mereka.
Beberapa hal mendasar di atas yang lebih pantas saya sebut sebagai “obyek penelitian” bukan alternatif atau pun solusi.  Pada kesempatan ini saya mengajak Anda coba kita renungkan sejenak, Bagaimana jika kita menjadi mereka dan mereka menjadi kita ?
Kita harus implementasikan, bukan bicara debat-kusir dengan argumen-argumen yang sarat dengan berbagai kepentingan orang luar ! Di Eropa jaman dulu kita kenal dengan kaum kapitalis/pemilik modal/ kaum burjois atau pemilik tanah ! Mereka mempekerjakan para budak dan sejalan dengan perkembangan menuju indrustrialisasi modern, mereka justru lebih maju menjadi bangsawan  yang kuat secara ekonomi/kaya yang dapat menyekolahkan anak-anak mereka dari warisan, yang sekarang disebut orang sebagai Negara beradab. Sedangkan kita dulu dijajah dan disebut kaum imperialis sebagai daerah koloni, yang kemudian setelah merdeka tergolong dalam kategori Negara sedang berkembang, kemudian naik kelas menjadi Negara berkembang ibarat perguruan tinggi mengejar status terdaftar dan diakui. Lantas Mengapa Anak-anak Adat tidak boleh ? Padahal sebelum jadi Warga Kota yang mengenal komputer dan istilah-istilah asing di kampus, kita adalah Anak-anak Kampung. Jadi jangan tak ubahnya daun pisang mantel pun tak kena air !
“Jika saya punya tanah di hutan dan seseorang tiba-tiba datang ingin membangun landasan/Helypad di belakang halaman rumah saya serta ingin menggarap tanah bersama saya dan keluarga, saya dengan senang hati bersyukur kepada Tuhan, karena besok saya bisa menumpang dia punya helicopter ke kota untuk beli kornet beef, roti dan pindakas !” _


Tidak ada komentar:

Posting Komentar